Saat pulang kerja, kulit-kulit wajah kita pasti menegang. Maklum rutinitas kantor dengan segala target yang harus dicapai adalah “tekanan” bagi kulit kita.

Sebab saat kita stres, seluruh pembuluh darah termasuk yang ada di bawah kulit akan ikut tertarik. Itu mengapa setiap kali kita pulang kantor, sediakanlah waktu untuk kulit merasakan relaksasi.


Ardath Rodale, penulis Everyday Miracles, menyebutkan relaksasi menggunakan musik akan menjadi “selimut” yang membuat nyaman seluruh tubuh kita. Saat tubuh menemukan kenyamanannya, kita akan mengeluarkan energi yang melenturkan seluruh tubuh. Pada tahap ini, Rodale menambahkan, semua sistem tubuh berjalan optimal. Maka tidak hanya stres yang diusir pergi tapi otot-otot dahi yang kita minta untuk mengernyit sepanjang hari pun ikut mengendur.




Mulai saat ini, lengkapi perawatan kecantikan kita dengan mendengarkan musik 10-20 menit setelah kaki menginjakkan rumah. Mari putar dan dengarkan musik anti penuaan. Jadikan musik sebagai teman terbaik menghalau penuaan dini.



Polusi udara saat ini sudah dikaitkan dengan penyakit saluran pernapasan dan penyakit kardiovaskular. Baru-baru ini para peneliti mengatakan bahwa udara kotor yang Anda hirup juga dapat menyebabkan radang usus buntu. Studi baru ini diterbitkan dalam Canadian Medical Association Journal edisi 5 Oktober 2009 menemukan bahwa kasus radang usus buntu naik ketika kualitas udara lebih kotor.

Dr Gilaad G. Kaplan, penulis senior studi dan asisten profesor kedokteran divisi gastroenterologi di University of Calgary di Alberta mengatakan bahwa hal ini membuat kita berpikir tentang penyebab radang usus buntu yang mungkin bisa dikaitkan dengan polusi udara. Polusi udara merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Jika temuan ini dikonfirmasi dan kita mampu membuat undang-unddang untuk mengendalian polusi udara lebih baik, udara lebih bersih, maka kemungkinan kita bisa mencegah lebih banyak kasus usus buntu. Ahli lain mengingatkan bahwa pada titik awal ini dalam penelitian ini, dampaknya tidak begitu jelas.

Dr F. Paul Buckley III, asisten profesor bedah di Texas A & M Health Science Center College of Medicine dan seorang ahli bedah di Scott & White Healthcare Round Rock, Texas mengatakan bahwa hal ini provokatif, tapi ada perbedaan besar antara menghubungkan sejumlah faktor dengan penyakit dan membuktikan bahwa faktor-faktor ini mungkin bisa menyebabkan penyakit, dan penelitian ini gagal untuk menunjukkan sebab-akibat. Buckey meragukan penurunan polusi akan mengurangi insiden usus buntu. Tidak seorang pun benar-benar tahu mengapa radang usus buntu atau pembengkakan dan infeksi usus buntu terjadi.


Kasus radang usus buntu naik secara signifikan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika industrialisasi memegang kendali. Kasus menurun di tengah dan kemudian bagian dari abad terakhir, pada saat undang-undang udara bersih diberlakukan. Sementara itu, menurut penulis studi, negara-negara yang baru saja industrialisasi mengalami kenaikan tingkat kondisi.

Sebuah teori yang berlaku adalah bahwa usus buntu terjadi ketika pembukaan ke usus buntu, organ seperti sebuah kantong yang melekat pada usus besar, terhalang. Secara spesifik, beberapa ahli percaya bahwa asupan serat yang lebih rendah di kalangan warga negara-negara industri mengakibatkan terhalangnya apendiks oleh tinja.

Tapi itu tidak menjelaskan insiden penurunan usus buntu di paruh kedua abad ke-20, kata Kaplan. Polusi udara sudah terhubung dengan berbagai kondisi kesehatan, terutama penyakit pernapasan dan penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan stroke.

Kaplan dan rekan-rekannya mengamati lebih dari 5.000 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit di Calgary dengan usus buntu antara 1 April 1999 sampai akhir tahun 2006. Data ini adalah direferensi silang dengan analisis polutan udara pada minggu sebelum masuk rumah sakit.


Kaplan mengatakan bahwa mereka menemukan individu-individu lebih cenderung datang dengan radang usus buntu dalam minggu dengan konsentrasi yang lebih tinggi polusi udara, khususnya ozon dan nitrogen dioksida.

Lebih banyak kasus usus buntu terjadi selama paling bulan paling hangat di Kanada (April hingga September, ketika orang-orang yang lebih cenderung di luar rumah), dan laki-laki tampak lebih dipengaruhi oleh polusi udara daripada wanita. Tidak jelas mengapa ada perbedaan gender ini, kata para peneliti.

Kaplan berteori bahwa peradangan mungkin menjelaskan kaitan, jika terbukti ada, antara kualitas udara dan radang usus buntu. "Ini masih spekulatif, tapi mungkin polusi udara yang memicu peradangan usus buntu," katanya. "Kita beberapa langkah lagi sebelum kita dapat membuat pernyataan itu. Kita perlu untuk mengkonfirmasi dan mengulang penemuan-penemuan ini. " Kaplan dan rekan-rekan penulis merencanakan studi di berbagai kota di Kanada.

Tahun lalu, majalah Forbes Calgary dinilai sebagai kota terbersih dunia dan Baku, Azerbaijan, sebagai yang paling kotor.



Untuk pertama kalinya dalam 80 tahun, vaksin tuberkulosis (TB) baru sudah memasuki tahap uji coba klinis terhadap kemanjurannya. Walaupun para pengembang optimis dengan hasilnya, para pakar paru dan TB mengingatkan agar jangan terlalu gembira dahulu.

Vaksin TB, yang sedang diuji di Worcester, yang berjarak kurang lebih satu jam dengan kendaraan dari Cape Town, dikembangkan oleh South African Tuberculosis Vaccine Initiative (SATVI), didukung oleh Aeras Global TB Vaccine Foundation (AERAS), sebuah organisasi yang didedikasikan untuk penelitian HIV/TB.

Berita tentang uji coba vaksin TB baru diumumkan dalam Konferensi International AIDS Society (IAS) ke-5 tentang Patogenesis, Pengobatan dan Pencegahan HIV di Cape Town , Juli 2009.

Uji coba secara klinis, yaitu saat bakal obat diuji pada manusia, terdiri dari tiga tahap atau fase. Fase-I bertujuan untuk melihat apakah obat itu aman dipakai pada manusia, dan melibatkan kelompok kecil yang terdiri dari 20-50 relawan.


Fase-II yang bertujuan untuk melihat apakah obat itu bekerja dengan baik, melibatkan ratusan relawan, dan sering dibagi menjadi dua subtahap. Sementara Fase-IIa menilai seberapa baik obat itu bekerja, Fase-IIb berpusat pada takaran yang harus diberikan pada pasien agar obat bekerja dengan baik.

Uji coba fase ketiga dan terakhir adalah penilaian pasti terhadap potensi obat baru. Fase III melibatkan jumlah relawan yang lebih banyak, kadang hingga ribuan orang, yang dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok menerima obat, kelompok lain diberi plasebo. Memerlukan hingga 20 tahun sebelum bakal obat baru mendapatkan lampu hijau.

Obat yang berhasil melalui penelitian Fase-II tidak tentu dilanjutkan. Pada 2007, uji coba Fase-III pada gel mikrobisida yang ditujukan untuk mencegah infeksi HIV pada perempuan dihentikan setelah para ilmuwan menemukan bahwa lebih banyak peserta pengguna gel itu terinfeksi dibandingkan kelompok plasebo.


Salah satu kekhawatiran yang diangkat selama konferensi oleh komunitas, adalah apakah orang di negara berkembang – yang paling terbeban oleh TB – mampu membeli vaksin itu. “Harga vaksin baru tidak akan berubah, dan akan mencapai kurang lebih 8-10 sen dolar AS per dosis,” Sadoff menjelaskan. “Harga itu sebanding dengan harga vaksin Bacille Calmette-GuĂ©rin (BCG) saat ini.”

Alasan di balik pengembangan vaksin TB baru karena vaksin BCG yang sekarang dipakai, dikembangkan pada 1920-an, terbukti tidak efektif untuk melindungi orang dewasa terhadap bakteri TB. “Vaksin BCG memang melindungi anak terhadap pengembangan jenis TB aktif yang berat, tetapi hanya sampai dengan usia 15 tahun. Setelah itu, orang tidak lagi terlindungi,” kata Harries. “Masalah BCG adalah bahwa kita tidak dapat memberikan dosis kedua setelah perlindungan dari dosis pertama sudah habis.”

Di Afrika, terutama pada orang dewasa dan remaja yang mengembangkan TB, sering juga karena terinfeksi HIV. Odha, karena sistem kekebalannya melemah, lebih rentan terhadap TB. “Diperkirakan bahwa Odha memiliki kemungkinan mengembangkan TB 10% per tahun,” Harries menjelaskan. “Orang yang HIV-negatif, memiliki kemungkinan mengembangkan TB 10% seumur hidupnya.”

Berdasarkan laporan Global TB Report 2009 oleh WHO, pada 2007 ada 9,27 juta infeksi TB baru, dan 1,7 juta orang di seluruh dunia – 456.000 di antaranya yang juga terinfeksi HIV, meninggal akibat TB.

Di Afrika Selatan, salah satu negara dengan beban TB tertinggi, dari 461.000 kasus yang tercatat pada 2007, 336.000 terjadi di antara Odha. Di antara 112.000 orang yang meninggal akibat TB, 94.000 adalah HIV-positif.

Terlepas pada besarnya masalah TB di Afrika dan negara berkembang lainnya, para ilmuwan baru mulai mencari vaksin pada kurang lebih 8-9 tahun lalu. “Setelah ditemukan, BCG terbukti efektif di Eropa, dan prevalensi menurun secara cepat,” kata Sadoff. “Oleh karena itu, orang di negara Barat menganggap TB sudah dikalahkan, sehingga tidak membuat vaksin baru – walau kenyataannya TB kembali menyerang secara ganas di negara berkembang, khususnya di antara Odha,” dia menambahkan.

TB-MDR resistan terhadap dua obat TB yang terbaik, dan TB-XDR resistan terhadap sebagian besar obat lini pertama dan kedua. Pada 90% kasus, TB-XDR dapat mematikan. Kedua jenis TB yang resistan terhadap obat dapat muncul apabila pasien TB tidak patuh pada obat lini pertamanya, yang harus dipakai sampai dengan enam

sumber WWW.Kalbe.Co.Id




Suntikan dan jarum suntik masih belum dipakai secara tepat di pusat kesehatan di Afrika, membahayakan jutaan pasien berisiko terhadap penyakit menular misalnya HIV dan hepatitis C. Hal itu diperingatkan oleh para ahli kesehatan pada Africa Health Conference di Nairobi, ibu kota Kenya.

“Suntikan telah disalahgunakan oleh para dukun bahkan dokter, yang memakainya untuk mencari uang dari pasien, khususnya di negara miskin di mana orang menganggap jarum suntik sebagai simbol penyembuhan. Pada pemuja suntikan tersebut ada kebutuhan untuk menerapkan peraturan untuk memastikan keamanannya,” kata Susan Agunda, Wakil Ketua Perawat di Departemen Kesehatan Kenya.

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), di negara berkembang saja, 16 miliar suntikan diberikan setiap tahun, 90% untuk tujuan pengobatan; 50% adalah suntikan tidak aman. Yang mengkhawatirkan, kurang lebih separuh jarum suntik yang dipakai di Afrika dipakai ulang. Agunda menghimbau agar para petugas kesehatan dilatih secara baik tentang keamanan penanganan jarum suntik dan alat suntik lain. “Tidak cukup hanya menyediakan alat suntik dan tidak melatih petugas kesehatan tentang penggunaan dan cara pembuangannya,” katanya. “Sebagian besar petugas kesehatan masih belum menutup kembali jarum suntik bekas pakai, yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan sejumlah cedera yang tidak disengaja, sehingga petugas kesehatan berisiko tertular infeksi, termasuk HIV.”






Peserta konferensi menghimbau pemerintah Afrika untuk menerapkan pedoman nasional tentang penggunaan jarum suntik. Kekurangan staf juga dipandang sebagai kemungkinan penyebab suntikan yang tidak aman di negara miskin.

WHO memperkirakan kurang lebih 5% infeksi HIV baru mungkin akibat penggunaan jarum suntik bekas, dan bahwa 58% petugas kesehatan melaporkan cedera akibat jarum suntik, sehingga tanpa disengaja mereka tertusuk atau tergores oleh jarum suntik yang terinfeksi.

Sebuah penelitian tentang keamanan suntikan di Kenya oleh Universitas Nairobi menemukan bahwa 61% perawat di pusat kesehatan yang disurvei melaporkan cedera akibat jarum suntik dalam kurun waktu tiga bulan.

Jarum suntik bekas dipakai oleh pasien diabetes untuk menyuntikkan insulin ditemukan di jalan dan dipakai oleh pengguna narkoba suntikan, pemicu utama infeksi HIV baru. Agunda mengingatkan bahwa para dukun di pedesaan dan di kawasan kumuh perkotaan membahayakan jiwa orang melalui pembuangan dan penggunaan jarum suntik bekas. “Dalam upaya mengurangi biaya mereka mungkin memilih memakai jarum suntik bekas dan menulari sejumlah besar orang di rangkaian tersebut, dan itu adalah alasan perlunya surveilans secara cukup oleh pemerintah Afrika untuk mengatasinya.”

sumber :www.kalbe.co.id



Menurut Am Joint Comintte of infant Hearing Statement (1994) insiden timbulnya ketulian terjadi disebabkan antara lain oleh :


Terdapat riwayat keluarga dengan tuli

• Adanya infeksi Torchs (Toxoplasma Rubella Cytomegalo Herpes simplex Siphilis) terutama pada trisemester pertama

• Berat badan lahir rendah < 1500 gram

• Hiperbilirubinemia ( bayi kuning)

• Asfiksia berat (apgar skore 0 – 4 pada menit pertama, 0 – 6 pada menit kelima

• Pemakaian obat ototoksik (obat yang dapat merusak system pendengaran)




• Penggunaan alat bantu pernafasan mekanik (ventilator) biasanya dirawat di ICU> 5 hari

• Terdapat sindrom yang berhubungan dengan tuli kongenital

• Terdapat kelainan yang terdapat pada kepala leher

• Meningitis bakterialis (infeksi selaput otak)


Semua kelainan diatas merupakan faktor resiko terjadinya ketulian.

bila terdapat 1 faktor resiko maka kemungkinan timbulnya tuli sebesar 10 X, dan bila terdapat 3 faktor resiko maka kemungkinan timbulnya tuli sebesar 63 X



Menurut sebuah penelitian baru, berenang di kolam yang didesinfeksi dengan klorin dapat meningkatkan kemungkinan bahwa seorang anak akan menderita asma atau alergi. Hasil studi ini diterbitkan dalam jurnal Pediatrics edisi online 14 September 2009.

Studi ini menemukan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari 1.000 jam berenang di kolam yang diklorinasi, baik di dalam atau di luar rumah, kemungkinan lebih dari delapan kali berisiko mengalami asma dibanding remaja yang terutama berenang di kolam renang dengan metode desinfektan menggunakan tembaga-perak.

Alfred Bernard, seorang profesor toksikologi dan direktur riset di Universitas Katolik Louvain di Brussels, Belgia mengatakan bahwa kehadiran pada kolam renang yang diklorinasi memiliki dampak yang sangat signifikan pada prevalensi penyakit alergi dalam populasi yang diteliti.






Ketika digunakan dengan benar, klorin adalah desinfektan yang efisien dan aman untuk kolam renang. Namun, jika terlalu banyak klorin ditambahkan ke dalam air atau menumpuk di udara dalam ruangan kolam renang, mau tidak mau mengakibatkan iritasi organ-organ perenang yang kontak dengan air dan udara. Saat ini sudah ada semakin banyak bukti bahwa efek iritasi ini dapat merusak saluran udara reguler perenang, terutama anak-anak yang paling rentan dan paling sering berenang di kolam yang diklorinasi.

Menurut American Academy of Allergy, Asthma and Immunology, lebih dari 17 juta orang di Amerika Serikat mengalami asma. Gejala penyakit meliputi mengi, sesak napas dan batuk. Penyakit saluran napas ini dapat dipicu oleh sejumlah faktor, seperti udara dingin, latihan dan iritasi kimia. Walaupun klorin telah lama dikenal sebagai bahan pengiritasi saluran napas dan memicu asma, terutama di kolam renang indoor, studi Bernard menunjukkan bahwa kolam renang yang diklorinasi mungkin memainkan peran dalam perkembangan asma dan alergi.

Studi ini mencakup 847 remaja Belgia antara usia 13 dan 18. Semua partisipan pernah hadir dalam kolam renang ruangan maupun luar ruangan, tapi dengan berbagai tingkat kehadiran. Seratus empat belas anak-anak, dibiarkan terutama berenang di kolam renang dengan desinfeksi tembaga-perak, sedangkan sisanya berenang di kolam dengan desinfeksi klorin.

Jumlah anak yang menderita asma naik sebanding dengan paparan mereka terhadap kolam diklorinasi. Remaja yang berenang selama 100-500 jam di kolam diklorinasi memiliki 80 persen peningkatan risiko mengalami asma, sementara mereka yang berenang 500 sampai 1.000 jam mengalami risiko lebih dari dua kali. Ketika remaja menghabiskan lebih dari 1.000 jam berenang di dalam air yang diklorinasi, risiko menderita asma meningkat hampir empat kali lipat. Menurut studi ini, risiko asma yang saat ini memiliki lebih dari delapan kali lebih tinggi dalam kelompok dengan lebih dari 1.000 jam dalam kolam diklorinasi dibandingkan dengan mereka yang jarang berenang di kolam yang diklorinasi.

Risiko alergi juga meningkat secara signifikan ketika remaja menghabiskan lebih dari 100 jam berenang dalam kolam yang diklorinasi. Bahkan, risiko hay fever dan alergi lain lebih dari dua kali lipat pada paparan yang bermakna dalam kolam diklorinasi.

Dr Jennifer Appleyard, kepala alergi dan imunologi di St. John Hospital and Medical Center di Detroit, mengatakan studi ini menyoroti fakta bahwa "asma dan alergi disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda, dan klorin mungkin memiliki efek potensial. Tapi, ini adalah studi yang sangat awal, dan kita belum tahu apa seluruh gambarannya."

Dia mengatakan bahwa dirinya tidak menyarankan orangtua untuk berhenti mengajak anak-anak mereka berenang, bahkan jika mereka sudah mengalami asma. "Jika anak-anak Anda menderita asma dan Anda tahu klorin adalah pemicu, hal itu ide yang baik untuk mencoba untuk membatasi paparan mereka, tetapi Anda tidak bisa mengecualikan anak Anda dari segala sesuatu dan setiap potensi yang memicu. Anda harus membiarkan mereka menjadi anak-anak."






Menurut penelitian baru, vaksinasi pada saat kelahiran terhadap virus hepatitis B, sangat mengurangi risiko kanker hati di masa dewasa. Temuan ini dipublikasikan dalam Journal of National Cancer Institute edisi online 16 September 2009.

Dalam 20 tahun penelitian yang diikuti bayi yang divaksinasi terhadap penyakit hati di Taiwan mulai tahun 1984, ketika program vaksinasi universal mulai diberlakukan, Dr Mei-Hwei Chang, dari Department of Pediatrics di National University Hospital di Taiwan Taipei, dan koleganya mengamati orang-orang muda yang telah mengalami kanker hati.

Para peneliti menemukan bahwa hanya beberapa orang yang telah divaksinasi akan mengalami kanker hati, dan ada kemungkinan penjelasan dalam kebanyakan kasus, seperti tidak cukup dosis vaksin.






Para penulis menyimpulkan bahwa data ini menunjukkan bahwa efektivitas universal virus hepatitis B pada program imunisasi untuk mencegah kanker hati, telah melampaui masa kanak-kanak dan menjadi dewasa muda selama dua dekade.

Di Amerika Serikat, vaksinasi hepatitis B dianjurkan untuk semua bayi, anak-anak dan remaja jika mereka belum diberi vaksin sebelumnya. Pejabat merekomendasikan agar orang dewasa mendapatkan vaksinasi jika mereka berisiko terkena kanker hati. Info lebih lanjut bisa mengunjungi situs US Centers for Disease Control and Prevention.






Welcome in blog cared Health

Thank you for taking the time to visit my blog! To you that felt did not yet know about the world of the health come on here the Solution to the life of your health !

Health Cafe by Health Life You

Search This Blog

Subscribe Now: standard

Translate Language


Masukkan Code ini K1-17893D-2
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com